Hal itu tentu bakal sangat terlambat bagi Chan/Goh, yang kini mengaku sangat membutuhkan pelayanan tersebut.
Apalagi, pasangan kelima dunia tersebut mulai merasa bahwa strategi permainan mereka mudah dibaca oleh lawan mereka.
Baca Juga: Meski Tanpa Jonatan, Indonesia Tetap Kirim Kekuatan Penuh pada Thailand Open 2019
Argumen tersebut tak lepas dari hasil dua turnamen yang mereka ikuti yakni Indonesia Open 2019 dan Japan Open 2019.
Di dua turnamen tersebut, Chan/Goh terhenti di babak semifinal dari pasangan yang sama, Wang Yilyu/Huang Dongping.
Bahkan, kekalahan terakhir yang mereka dapatkan cukup telak yakni 10-21, 6-21 dari Wang/Huang.
"Hasil dari dua turnamen terakhir menunjukkan bahwa kami sangat membutuhkan analis olahraga," ujar Chan Peng Soon, dikutip JUARA dari The Star.
"Kami baru sja kalah lagi dari Wang/Huang. Mereka sudah paham pergerakan kami dan kami tidak bisa mengeluarkan permainan kami,"
"Mereka sudah menganalisis taktik kami sangat teliti dengan bantuan dari pelayanan sports science dan kepelatihan mereka," ucapnya lagi.
Baca Juga: Sempat Gugup di Japan Open 2019, Momota Ungkap Alasannya
Chan/Goh sebenarnya bisa saja menggunakan layanan sports science secara mandiri di luar NSI. Akan tetapi, sebagai pemain indenden, hal tersebut tentu bakal merogoh kocek yang cukup dalam.
"Para pebulu tangkis dari negara-negara lain juga pasti melakukan hal yang sama (memakai sporst science) di tengah periode kualifikasi Olimpiade sekarag ini," kata Chan.
"Kami sangat membutuhkan satu analis olahraga yang berpengalaman. Namun sebagaian besar yang berpengalaman sudah bergabung dengan NSI, dan kami sendiri tidak yakin apakah ada ahli lain bersertifikat lainnya di luar sana," ucap dia memungkasi.
Editor | : | Imadudin Adam |
Sumber | : | THE STAR |
Komentar