Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Selain Antonio Conte dan Pep Guardiola, lima pelatih lain di klub tujuh top Premier League sudah mengenal festive season.
Penulis: Anggun Pratama
Arsene Wenger (Arsenal), Juergen Klopp (Liverpool FC), Jose Mourinho (Manchester United), Claudio Ranieri (Leicester City), dan Mauricio Pochettino (Tottenham) tentu ingin pengalaman masing-masing dalam mengarungi festive season berguna dalam menghadapi masa krusial tersebut di musim ini.
Mereka jelas berharap pengalaman itu bisa memberikan keuntungan dalam persaingan menuju gelar Premier League 2016-17.
Paling tidak, Wenger dkk sadar tuntutan tinggi akan fisik para pemainnya mengharuskan terjadi rotasi.
Baca juga:
Pelatih yang telah berpengalaman biasanya unggul dari sisi tersebut. Wajar bila dibilang berat karena biasanya terdapat4-5 laga yang dipadatkan dalam festive season.
Pada umumnya, laga yang termasuk dalam festive season dimulai pada akhir pekan sebelum Natal, boxing day, laga di antara Natal dan Tahun Baru, serta di hari Tahun Baru.
"Bagaimana Anda merespons tiap laga di periode berat itu sangat vital. Pada saat itu, kualitas pemain menjadi kunci, dan kualitas itu tidak ada kaitannya dari sisi psikologi. Kekuatan fisik pemain dalam ujian tinggi," kata Wenger.
Berikut adalah rekor lima pelatih dari lima tim anggota magnificent seven yang sudah berpengalaman melalui kejamnya festive season:
Arsene Wenger
Maklum, dirinya sudah menangani Arsenal sejak 1996.
Artinya, periode sibuk musim ini bakal menjadi yang ke-20 baginya. Wenger bahkan mengaku sudah kebal dengan besarnya tekanan di antara laga-laga padat tersebut.
Meski sudah kebal dengan tekanan tersebut, Wenger bukan berarti punya status tak pernah kalah kala melalui festive period.
Dengan hanya mengambil sampel dalam lima musim terakhir, Arsenal menderita tiga kekalahan dan empat hasil imbang dari 19 duel.
Terlihat setinggi-tingginya pengalaman pelatih melalui periode "hore-hore" tersebut, tingkat kesulitan di masa ini sangat tinggi.
"Status sebagai penantang gelar Premier League bisa lahir atau malah tergelincir pada periode ini. Bila melihat kualitas tim yang ada di sekitar kita, Anda bisa lihat margin perbedaan kualitas itu telah sangat kecil," kata Wenger.
Jose Mourinho
Jose Mourinho juga termasuk jago dalam mengarungi periode penuh cobaan ini. Ia sudah menangani klub Inggris pada 2004 bersama Chelsea.
Sempat ke Inter, dan Real Madrid, Mourinho kembali ke Chelsea pada 2013-2014.
Hanya dua kali Mou merasakan festive period bareng Chelsea di periode kedua bersama The Blues, tepatnya pada 2013-2014 dan 2014-2015.
Di 2015-2016, ia kadung dipecat di pertengahan Desember.
Di masa festive period tersebut, Mou sedikit mengubah filosofinya soal don't change the winning team. Ia bakal melakukan rotasi meski dirinya termasuk pelatih yang sangat jarang mengubah susunan 11 pemain awalnya.
"Saya pasti akan merotasi sedikit. Beberapa keping puzzle yang memang harus Anda ganti. Tetapi, saya pikir mengubah seluruh struktur tim ini akan menjadi risiko besar dan tidak masuk akal," kata Mourinho.
"Tulang punggung dan struktur tim akan tetap sama kecuali sangat terpaksa buat diubah," ucapnya.
Juergen Klopp
Pengalaman pertama Juergon Klopp merasakan festive period sangat jelas, tidak ada yang abu-abu. Pilihannya cuma dua: menang atau kalah.
Liverpool kalah 0-3 dari Watford, kemudian menang 1-0 atas Leicester di boxing day, kemudian menang 1-0 atas Sunderland menjelang tahun baru.
Pada 2 Januari 2016, Si Merah kalah 0-2.
Kondisi musim ini bisa jadi serupa. Setelah diawali dengan melawan Everton pada 19 Desember, Si Merah bakal menghadapi Stoke pada 27 Desember.
Setelah itu, Liverpool bakal bermain dua kali dalam jangka waktu kurang dari 48 jam melawan Manchester City (31/12/2016) dan Sunderland (2/1/2017).
"Saya pikir bermain dua kali dalam tiga hari adalah ide yang lucu. Agar bisa sukses melalui periode padat tersebut, sebuah tim harus beruntung soal cedera," kata Klopp.
"Saat ini kami bisa dibilang bukan tim yang paling beruntung. Meski begitu, kami tetap akan melaluinya," tuturnya.
Claudio Ranieri
Ranieri punya pengalaman merasakan festive season ketika menangani Chelsea pada 2000 hingga 2004. Setelah itu, ia bertualang ke liga Eropa lain di mana kompetisi berhenti total pada periode Natal dan Tahun Baru.
Baru pada musim lalu bersama Leicester City pria Italia itu kembali merasakan padatnya jadwal pertandingan dalam dua pekan tersebut.
Di musim dirinya membawa Leicester juara Premier League, torehan tim tak istimewa. Hanya sekali menang dalam empat laga. Itupun terjadi pada sepekan sebelum boxing day.
Ketika kini Leicester sedang tidak dalam kondisi terbaik, sulit berharap Sang Rubah bisa mengamankan poin sempurna dalam tiga laga mendatang kontra Leicester, West Ham dan Middlesbrough.
Mauricio Pochettino
Sejak masih di Southampton, Pochettino termasuk manajer yang menaruh hormat pada tradisi sepak bola Inggris yang terus bermain di masa Natal dan Tahun Baru.
Walau begitu, bukan berarti dirinya tak menolak bila ada tawaran bila kompetisi dihentikan pada masa Natal dan Tahun Baru.
Simak saja kutipan pria Argentina itu: "Periode ini akan berisi kegilaan dengan banyak laga dalam waktu dekat. Namun, periode festival ini juga menjadi momen baik bagi keluarga buat datang langsung ke stadion. Berat buat kami, tetapi publik dan banyak keluarga di Inggris menikmati festive period."
Secara umum dalam dua musim terakhir torehan Pochettino bareng Tottenham relatif bagus. Dari total delapan laga, tak sekali pun Spurs kalah dengan catatan enam kemenangan!
Semua kekalahan Poch di periode liburan publik itu terjadi bersama Southampton pada 2013-2014.