Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Wujud Kerja Nyata dan Harapan di Bulu Tangkis Indonesia

By Daniel Sianturi - Rabu, 17 Agustus 2016 | 21:05 WIB
Pasangan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, meluapkan kegembiraan setelah berhasil melangkah ke final Olimpiade Rio 2016 dengan mengalahkan Zhang Nan/Zhao Yunlei (China) 21-16, 21-15, pada laga semifinal yang berlangsung di Riocentro-Pavilion 4, Selasa (16/8/2016). (YVES LACROIX/BADMINTON PHOTO)

Tiba-tiba saya teringat pada  awal Juni 1997. Sayang, dokumen asli itu tersimpan di kediaman orangtua saya. Dokumen yang saya maksud adalah nilai EBTANAS kelulusan SMA, di mana saya memperoleh nilai 10 untuk mata pelajaran Tata Negara. Maklumlah saya memilih jurusan IPS kala duduk di bangku SMA.

Saya masih ingat, guru saya yang bernama Tulus memberi selamat bagi saya untuk kesempurnaan memperoleh angka tertinggi di mata pelajaran itu. Tetapi, yang saya ingat juga adalah bahasannya mengenai kewarganegaraan.

Sebuah polemik yang sedang hangat dibicarakan sepanjang minggu di negeri tercinta ini.

Tak lain dan tak bukan soal dwi kewarganegaraan salah satu pejabat publik, yakni Pak Archandra Tahar, yang diberhentikan dari posisi sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Padahal, dia baru di pos tersebut selama 20 hari sebagai sebuah keputusan dari reshuffle kabinet Presiden Joko Widodo.

Mantan menteri tersebut disinyalir memiliki dwi kewarganegaraan yakni Indonesia dan Amerika Serikat.

Belum tuntas pembicaraan hangat terhadap kejadian itu, dua hari jelang 17 Agustus 2016, peristiwa mirip-mirip terjadi pula pada seorang siswi pelajar dari sebuah SMA di Depok bernama Gloria Natapradja Hamel.

Ia terbukti memiliki status sebagai warga negara Perancis dikarenakan ayahnya yang keturunan negara eropa tersebut.

Sebagai konsekuensi, Gloria tak bisa dilantik seperti 67 pelajar terbaik lainnya dari penjuru Tanah Air sebagai anggota Paskibraka yang mengibarkan bendera Merah-Putih di Istana Negara pada peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI pagi ini.

Padahal, ia sudah menulis surat kepada Presiden Jokowi bahwa ia mencintai dan memilih Indonesia sebagai kewarganegaraannya.

Hari ini 17 Agustus 2016, bangsaku memperingati Hari Kemerdekaan yang ke-71. Sebagai motto, Presiden RI ke-7 memilih 2 kata sebagai benang merah peringatan tahun ini.

KERJA NYATA !!

Ini adalah tahun kedua Bapak Jokowi bertindak sebagai Inspektur Upacara. Kalau tahun lalu, pada peringatan yang ke-70 beliau mengambil tema, KERJA, maka melanjutkan prinsip tahun 2015, 71 tahun Indonesia merdeka dinyatakan dengan KERJA NYATA.

Presiden kita yang satu ini memang seperti 'maniak' dengan kerja. Coba tengok, nama kabinet yang dibentuknya pun bernama Kabinet Kerja. Kerja pun didasari untuk kepentingan bangsa dan negara.

Walaupun harus jujur saya katakan, masih banyak kekurangan tetapi kita memang harus merdeka untuk terus berjuang dan berkarya, karena kesempurnaan adalah sebuah pekerjaan yang tak ada ujung.

Malam ini waktu Indonesia atau pagi hari waktu Rio, Brasil, sebuah kerja keras akan jadi bukti betapa nyatanya perjuangan bangsa ini melalui atlet bulutangkis kebanggaan kita, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir.

Pasangan ganda campuran ini akan jadi kesempatan terakhir kita mendapatkan medali emas di Olimpiade kali ini.

Owi dan Butet akan bertanding di final nomor ganda campuran, berebut medali emas melawan pasangan negara tetangga Malaysia,Chan Peng Soon/Goh Liu Ying.

Hingga saat ini, kontingen Indonesia baru mengumpulkan 2 medali perak hasil kerja nyata sepasang lifter kita, Eko Yuli dan Sri Wahyuni.

Artinya, kita belum bisa menyamai prestasi kontingen Thailand, Vietnam dan Singapura yang telah meraih medali emas di Rio Brasil.

Harapan memang tersisa di pundak duet pasangan Owi/Butet.

Final ini sebenarnya merupakan ulangan pertemuan di babak penyisihan grup lalu saat pasangan kita menang 2 set atas pasangan Malaysia tersebut.

Namun kemenangan itu janganlah menjadikan pasangan kita over confidence di final nanti. Pasangan Malaysia ini memang lebih sering kalah dari Owi/Butet.

Tetapi, ingat mereka mengalahkan pasangan Cina, Xu Chen/Ma Jin di semifinal. Artinya, duo Malaysia ini sedang dalam grafik naik.

Owi dan Butet harus waspada dan jangan jadi ragu-ragu di final nanti. Kemenangan atas lawan berat dan unggulan teratas Zhang Nan/Zhao Yunlei di semifinal kemarin juga jadi modal bahwa pasangan kita bisa dan mampu meraih medali emas kali ini.

Sekali lagi saya mengingatkan agar Owi dan Butet tetap tenang dan fokus. Delapan kemenangan sebelumnya atas pasangan Malaysia itu hendaknya hanya jadi catatan saja.

Ingat, Malaysia sedang mengejar mimpi meraih emas pertama mereka di Olimpiade. Bahkan, selain ganda campuran, pasangan ganda putra mereka telah tiba di final.

Artinya, ada semangat berlipat-lipat di dalam diri pasangan ganda campuran mereka malam ini.

Malam ini bangsa Indonesia sedang menanti apakah kita berhasil meraih emas di Olimpiade. Kerja keras Owi dan Butet akan jadi kerja nyata jika berhasil memenangkan pertandingan final nanti.

Kemenangan yang akan jadi kado yang spesial untuk seluruh bangsa di seantero negeri Indonesia di hari kemerdekaan RI ke-71 hari ini.

Ya Tuhan, ijinkanlah kami memenangkan final ganda campuran di Olimpiade Rio malam ini. Ijinkanlah kami meraih emas ketujuh sepanjang keikutsertaan kami di Olimpiade.

Emas ketujuh di hari kemerdekaan yang ke-71. Usia 71 di mana kami punya 7 presiden sepanjang sejarah kami hingga hari ini untuk 1 Indonesia kami tercinta.

Saya juga berdoa agar negara serumpun kami, Malaysia bisa meraih emas pertama mereka di Olimpiade kali ini.

Tetapi, jika boleh, lewat ganda putra atau Lee Chong Wei, tunggal putra mereka. Berikanlah kepada kami berkat itu karena Engkaulah Sang Maha Adil.

Oh iya, kalau selain untuk Indonesia saya mendoakan Malaysia, itu bukan karena saya punya Dwi Kewarganegaraan ya.

Saya hanya ingin, sebanyak mungkin negara Asia Tenggara berbicara banyak di dunia olahraga dunia lewat prestasi dan medali emas di Olimpiade.

Kalau Thailand sudah punya 2 emas, Vietnam dan Singapura memiliki 1 emas, tak salah saya berdoa agar Indonesia dan Malaysia dapat emas dari bulutangkis di Rio ini.

Tak ketinggalan Filipina, Myanmar, Brunei, Kamboja, Laos dan Timor Leste menyusul nantinya.

Sebuah keadilan dari Tuhan Yang Maha Kuasa pula yang menyertai Gloria Natapradja Hamel hari ini.

Jika pagi tadi ia hanya menyaksikan 67 temannya bertugas mengibarkan Bendera Merah Putih, maka sore tadi, Gloria akhirnya ikut dalam Tim Bima Paskibraka dalam upacara penurunan Sang Saka Merah Putih.

Keharuan dan kebahagiaan bagi Gloria yang mencintai tanah air ini.

Sebuah keadilan pula bagi Pak Archandra Tahar yang saya mohonkan pada-Nya. Membangun bangsa dan negara tak harus menjadi menteri.

Saya percaya, sebagai pemilik darah minang, Pak Archandra akan mengharumkan bangsa dan negara lewat karya sumbangsihnya dimanapun dan kapanpun ia bertugas dan beraktifitas nantinya. See u soon, Pak Archandra.

Malam ini, Sang Pusaka Merah Putih telah tersimpan kembali.

Doa kami 255 juta penduduk Indonesia malam ini, semoga Merah Putih berkibar tinggi diiringi Indonesia Raya di Olimpiade Rio, Brasil 2016 sebagai kerja nyata Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir. Semoga dan Amin.

Jangan lupa besok kerja lagi, Yes? Ingat Kerja Nyata kita bagi keluarga dan bagi Indonesia.

Hmmm, jadi kepikiran sekarang kenapa saya memilih jurusan Psikologi dibanding Hubungan Internasional ya, padahal nilai Tata Negara saya waktu SMA, ok punya kan?

Dirgahayu Indonesia, Terima kasih Tuhan

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P