Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Liverpool Vs Leicester, Adakah Azimat Natal di Anfield?

By Sabtu, 26 Desember 2015 | 17:21 WIB
Juergen Klopp dan Philippe Coutinho (Liverpool) kali ini jadi underdog saat bertemu Riyad Mahrez dan Claudio Ranieri (Leicester) (CLINT HUGHES/GETTY IMAGES, BEN HOSKINS/GETTY IMAGES, RICHARD HEATHCOTE/GETTY IMAGES, ILUSTRASI: M. NASIR)

Dalam keadaan normal, Liverpool akan sangat diunggulkan ketika menjamu Leicester. Namun, situasi tersebut tidak berlaku musim ini. Si Merah justru menjadi underdog alias tim yang tak dijagokan kala menantang The Foxes (Sang Rubah), julukan Leicester, di Anfield, Sabtu (26/12/2015).

Premier League 2015-2016 disebut tidak normal karena berlangsung dengan penuh kejutan. Bersama Chelsea, Liverpool ialah dua raksasa dengan penampilan jauh dari ekspektasi.

Mereka terdampar di luar zona antarklub Eropa. Sebaliknya, Leicester mapan di puncak klasemen. Perbedaan level performa itu menyebabkan sederet modal The Reds di hadapan Leicester menjadi bukan jaminan lagi.

Si Rubah tak pernah menang di Liverpool dalam 15 tahun terakhir. Secara total, Reds juga memenangi tiga dari empat pertemuan terakhir, seluruhnya di liga. Namun, duel terbaru mereka berakhir dengan kesulitan bagi Liverpool di Anfield.

Reds unggul lebih dulu, cuma melalui dua eksekusi penalti Steven Gerrard, sebelum disamakan pada babak kedua oleh Leicester pada laga awal 2015 (2-2).

Saat itu, Leicester berada di dasar klasemen. Betapa perubahan begitu cepat hanya dalam waktu hampir setahun. Di bawah racikan Claudio Ranieri, The Foxes kini memelesat menjauhi pasukan Juergen Klopp.

“Mereka memainkan gaya serangan balik mendekati sempurna. Sangat cepat,” ucap Klopp memuji Leicester dalam jumpa pers menjelang laga, seperti dikutip Guardian.

Musim lalu, Ranieri mengunjungi Klopp saat pelatih asal Jerman itu masih menukangi Borussia Dortmund. Mereka berbagi pikiran dan di atas kertas memiliki filosofi sama dalam meramu tim.

Awak Leicester seperti dibekali tenaga, daya juang, kengototan, serta efektivitas tinggi.

Sepintas, ledakan pasukan Ranieri di lapangan itu mirip-mirip mekanisme Dortmund sewaktu dipoles Klopp. Bedanya, jika filosofi tersebut tengah sukses dipraktikkan Ranieri, Klopp mendapati prinsipnya belum dapat diterjemahkan secara utuh di Liverpool.

[video]https://video.kompas.com/e/4674316980001_ackom_pballball[/video]

Bulan madu Merseyside Merah pada awal periode kepelatihan Klopp sudah usai. Rangkaian partai tanpa kemenangan dalam tiga pekan terkini menunjukkan tak ada perubahan yang instan.

Pelatih nyentrik itu juga mesti berkutat dengan masalah cedera yang melanda pemain. Saat menjamu Leicester nanti, Liverpool tanpa bek Martin Skrtel (hamstring), Milner (betis), dan amat mungkin Sturridge.

Kekalahan telak dari Watford (0-3) pekan lalu menunjukkan wajah buruk Si Merah. Wajah itu berbeda jauh dari skuat yang pernah memukul Chelsea 3-1 (31/10/2015) serta Man. City 4-1 (21/11/2015).

Guna melihat tim mereka bangkit ke jalur kemenangan, publik Anfield menanti munculnya dua hal.

Pertama, Klopp mesti memastikan kembalinya kecemerlangan Philippe Coutinho sebagai otak kreativitas tim guna menyokong kinerja Christian Benteke cs. di depan.

Aksi-aksi dan suplai matang playmaker Brasil itu bakal krusial sebagai solusi jika Liverpool kedodoran mengatasi permainan adu fisik Riyad Mahrez cs.

Hal kedua mungkin sedikit berbau mistik. Klopp sepertinya menunggu apakah masih ada tuah azimat hari Natal yang meliputi Anfield.

Liverpool tak pernah kalah di kandang saat melakoni duel Boxing Day, yang digelar persis satu hari setelah Natal, pada era Premier League (lima menang dan tiga seri).

Momen Boxing Day tahun lalu juga menelurkan tren positif. The Reds kala itu menang atas Burnley 1-0. Hasil tersebut dilanjutkan oleh rangkaian 11 laga tanpa kalah di liga sampai Maret.

Leicester memastikan diri sebagai pemuncak klasemen EPL musim ini pada Natal.

Menurut sejarah, The Foxes seharusnya bisa mengakhiri 2015-2016 setidaknya di zona Liga Champion.

Dalam 23 musim liga, cuma satu klub yang gagal berakhir di empat besar klasemen meski menempati posisi teratas pada Natal. Tim itu ialah Aston Villa pada 1998-1999.

Manajer Leicester, Claudio Ranieri, enggan memikirkan kemungkinan timnya berlaga di ajang sangat penting sekelas LC musim depan.


Claudio Ranieri, pelatih Leicester City asal Italia saat menangani Monaco pada Februari 2014.( VALERY HACHE/AFP)

“Penting bagi tim saya agar tetap tenang, berpikiran jernih, dan fokus untuk gim selanjutnya. Apa yang kami lakukan saat ini adalah keajaiban. Maka, nikmati saja!” ucap Ranieri di situs klub.

Menikmati setiap laga bakal menjadi kunci saat mereka bertandang ke rumah Liverpool.

Tidak akan mengejutkan apabila Jamie Vardy cs dapat pulang dengan tiga poin. Mereka punya rekor tandang bagus.

Leicester ialah satusatunya tim di EPL musim ini yang belum merasakan kekalahan di gim tandang.

Dari sembilan lawatan ke markas rival, Leicester menang enam dan seri tiga kali.

Liverpool tentu sadar betul dengan kekuatan Leicester musim ini. Calon tamu mereka saat ini tak terkalahkan dalam 10 pertandingan terkini.

Ancaman Mahrez

Leicester ialah satu-satunya tim yang selalu mencetak gol sampai pekan ke-17 EPL 2015-2016. Mereka merupakan tim paling tajam dengan total 37 gol.

Tidak salah jika memprediksi gawang Liverpool, yang menderita tujuh gol dalam tiga partai EPL terbaru, bakal kembali kebobolan pada laga Boxing Day ini.

Ada dua tokoh utama di balik ketajaman Leicester musim ini: Vardy dan Riyad Mahrez.

Dalam soal kontribusi gol, Mahrez lebih unggul daripada Vardy. Pemain asal Aljazair itu terlibat dalam 20 gol Leicester di liga (13 gol dan tujuh assist).

Sementara itu, Vardy berperan dalam 18 gol timnya di EPL musim ini (15 gol dan tiga assist). Liverpool patut mewaspadai Mahrez yang terbukti lebih berbahaya tatkala bermain sebagai tamu.

Sebanyak sembilan dari 13 gol Mahrez di EPL 2015/16 lahir di kandang lawan.

Mahrez pantang lepas dari penjagaan pertahanan Liverpool karena ia dapat mencetak gol kapan pun.

Gelandang berusia 24 tahun itu telah mengemas enam gol di babak pertama dan tujuh gol di babak kedua.

Pemain yang bertugas di sisi kiri Liverpool juga kudu memastikan tidak memberi cukup ruang bagi kaki kiri Mahrez untuk mengeksekusi tembakan.

Kaki kiri Mahrez amat berbahaya. Total 10 gol sang sayap kanan di EPL musim ini tercipta berkat kaki kirinya.

Penulis: Beri Bagja, Theresia Simanjuntak


(GRAFIS: TABLOID BOLA)

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P