Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Temuan ketiga, suatu saat, perempuan itu bisa menjadi seorang ibu dan akan memilihkan sang anak kegiatan olah raga dan bola basket sebagai pilihan pertama. Sebab, ternyata perempuan menempatkan kesehatan, nutrisi, dan medical sebagai pilihan pertama untuk dibrowsing (91%). Ketika disurvei, perempuan menggunakan 82% waktunya di mesin pencari (search engine) saat browsing dalam seminggu terakhir. Yang mereka browsing 78% adalah pendidikan anak, 77% kesehatan, serta 75% ekstrakurikuler untuk anak.
Ketika WNBL diluncurkan PT DBL Indonesia beberapa waktu lalu, setelah kompetisi bola basket tertinggi putri Kobanita mati suri, saya berikan empat jempol (2 tangan 2 kaki) untuk keberanian melakukan kegiatan 'merugi' itu. Bayangkanlah jika WNBL tidak ada, akan dikemanakan pebasket perempuan produk kompetisi kelompok umur yang rajin aktif digelar oleh daerah-daerah sejak KU-14 sampai KU-18. Juga akan dikemanakan DBL dan Jr. DBL yang memiliki pebasket putri.
Bisa-bisa perempuan yang kecewa itu akan mengatakan kepada anak sendiri, atau ke keponakan, tak usahlah bermain bola basket lagi. Tak ada jenjang yang jelas sebab basket putri dijadikan anak tiri. Masa depan bola basket perempuan dipastikan kehilangan cahaya.
Memang dari segi finansial, sepintas mengurus bola basket putri dan membuat kompetisi putri itu 'merugi'. Namun jika sudut pandang kita dibuat lebih lebar, dengan mundur 2-3 langkah agar sudut pandang melebar, ternyata dengan menghidupkan bola basket perempuan itu adalah tindakan mulia sebab menyelamatkan keberadaan bola basket sendiri.
Logikanya, jika di dunia tidak ada wanita, tak akan ada bayi lahir, tak akan muncul generasi penerus. Jika tidak ada perempuan pebasket, tak akan ada pebasket hebat sekelas Kobe Bryant, LeBron James, atau Kevin Durant sekaligus.
Jadi, bola basket perempuan itu seperti udara. Tak bisa dilihat bentuknya dengan kasat mata, namun bisa dirasakan sepanjang manusia masih bernyawa.