saudaranya dan ditakdirkan untuk melakukan pekerjaan sehari-harinya sendirian hingga sekarang.
Dalam banyak beberapa mitos, seringkali digambarkan bahwa para dewa memiliki peranan penting dalam kesejahteraan hidup manusia.
Namun, Lain dengan mitos di China ini, justru sebaliknya manusia yang membantu dewa.
Dilansir dari chinaarchery.org, kisah Hou Yi ini sebenarnya mungkin didasarkan pada orang nyata.
(Baca Juga: H-1 Lawan Thailand, Kenapa 4 Pemain Timnas Masih Main di Liga 1?)
Yakni seorang pemanah handal yang hidup antara 2436-2255 SM.
Namun dengan beberapa modifikasi mungkin dibentuk beberapa mitos atau legenda.
Alkisah China adalah negara yang ditumbuhi dengan pepohonan Fusang, salah satu varietas murbei.
Tumbuh lebih dari lima puluh kaki, daunnya digunakan untuk memberi makan ulat sutra.
Helai dari kepompong ulat sutera dijalin bersama untuk menciptakan sutra, yang terkuat dari semua serat alami.
China pernah dianggap dikelilingi oleh empat lautan, di sebelah timur ada samudra luas.
(Baca Juga: Tak Disangka! Pencoreng Catatan Bersih Marcus/Kevin di Musim 2018 Ternyata Gagal Juara di 5 Kompetisi Lebih)
Di seberang samudera, tanaman yang luar biasa bermekaran di pulau surga.
Di antara daun mengkilap dari pohon-pohon Fusang tinggallah sepuluh matahari yang nakal.
Mereka ditinggal sendirian untuk bermain di surga, diabaikan oleh orang tua mereka, dewa matahari Dijun dan dewi matahari Shiho.
Setiap harinya, matahari-matahari itu meninggalkan surga dengan kereta tempurung mutiara yang ditarik oleh enam Loong muda yang berapi-api dan melewati pohon Fusang.
Matahari bergantian naik ke puncak pohon untuk melompat ke kereta dan berkeliling dengan ibu mereka.
Itu adalah tugas dari setiap matahari yang bekerja, ketika dewi Shiho mendorong keretanya melintasi langit.
Yakni untuk memberi cahaya dan kehangatan secara merata di seluruh dunia dan membangunkan ayam jantan.
(Baca Juga: Niat Hengkang Sudah Bulat, Robert Lewandowski Enggan Jadikan Real Madrid sebagai Prioritas)
Tetapi Shiho harus memarahi putra-putranya secara konstan mereka tertarik pada suatu tempat tertentu dan menyebabkan panas yang luar biasa di tempat itu.
Sementara satu matahari sedang bertugas, sembilan yang lain bermain-main di antara daun pohon Fusang yang bergerigi.
Matahari menghabiskan siang hari menganggur dengan senang hati saling berkejaran di pohon, kemudian mendinginkan diri di lautan.
Saat senja, mereka dengan penuh semangat menunggu kereta ibu mereka.
Matahari yang kembali senantiasa memercik dalam serangkaian putaran dan jeritan indah ke sorak-sorai bising saudara-saudaranya.
Namun setelah beberapa tahun, matahari menjadi bosan.
Semua dari mereka berencana untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain daripada bekerja.
Suatu hari, mereka memutuskan untuk berlari melintasi langit, bersama-sama, sebelum ibu mereka tiba.
(Baca Juga: Apes! Kejadian Buruk Menimpa Philippe Coutinho Pada Sesi Latihan Timnas Brasil)
Mereka mengira telah cukup menghasilkan cahaya dan kehangatan untuk bertahan selama beberapa hari.
Maka tidak ada yang perlu bekerja untuk sementara.
Ketika kesepuluh matahari mengejar satu sama lain di langit, kelembaban di bumi perlahan menguap.
Cahaya yang disemburkan oleh saudara-saudara matahari bersama sangat menyilaukan.
Panas mereka membakar tanah, dan sungai-sungai mengering.
Tanaman layu, dan banyak orang mati kehausan di tanah.
Mendengar ulah yang dibuat oleh anak-anaknya itu, dewa matahari Dijun pun memanggil pemanah handal itu, Hou Yi.
Ia memerintahkan Hou Yi untuk mendisiplinkan putra-putrinya yang nakal.
(Baca Juga: Klaim Mengejutkan Louis van Gaal soal Manchester United, Kontroversial Lagi?)
Ketika Hou Yi melihat semua makhluk mati di tanah yang kering, dia dipenuhi dengan kesedihan, karena dia adalah manusia biasa.
Hou Yi memanggil matahari dan memerintahkan mereka untuk menghentikan kebodohan mereka, tetapi mereka hanya melompat-lompat.
Dengan marah, Hou Yi mengambil satu panah ajaib dari tabungnya dan mengarahkannya dengan hati-hati.
Shyut! Anak panah itu terbang langsung ke jantung matahari yang paling sombong.
Hingga akhirnya satu persatu matahari dipanahnya dan jatuh dari langit, terbakar dalam bola api menjelma gagak hitam dan mati.
Matahari terakhir pun berduka atas hilangnya saudara-saudaranya dan ditakdirkan untuk melakukan pekerjaan sehari-harinya sendirian hingga sekarang.
Editor | : | Imadudin Adam |
Sumber | : | INTISARI-ONLINE.COM |
Komentar