Dream team alias tim impian. Itulah sebutan pelatih Persib, Djadjang Nurdjaman, pada komposisi skuat Maung Bandung yang dimainkannya pada sepak mula saat menang 2-0 atas Sriwijaya FC pada akhir April 2017.
Penulis: Andrew Sihombing/Budi Kresnadi
Djanur, sebutan akrab sang pelatih, boleh jadi terlalu larut dalam euforia sehingga berucap demikian. Pasalnya, hasil melawan Sriwijaya itulah kemenangan perdana Persib di Liga 1, yang sekaligus mengangkat beban dari pundak sang pelatih.
Michael Essien cs sebelumnya cuma bermain imbang melawan Arema (0-0) dan PS TNI (2-2).
Tapi, mungkin Djanur betul-betul meyakini ucapannya.
Ia menurunkan starting XI yang nyaris sama di laga berikut kontra Persegres. Satu-satunya perubahan hanyalah mengganti kiper I Made Wirawan dengan M Natshir.
Di laga pamungkas kontra Persipura, Djanur memang melakukan perombakan dengan memasukkan Agung Mulyadi serta Carlton Cole. Tapi, keduanya dipasang karena Gian Zola dan Febri Hariyadi dipanggil ke pemusatan latihan Indonesia U-22.
Kebutuhan
Selepas tiga partai ini, sorotan pun tak pelak diarahkan pada Hariono, yang tak pernah lagi masuk tim inti.
Gelandang bertahan asal Sidoarjo yang kini berusia 31 tahun tersebut sama sekali tak diturunkan saat menghadapi Sriwijaya, masuk di akhir babak pertama melawan Persegres setelah Dedi Kusnandar cedera, dan baru dimasukkan pada menit ke-87 versus Persipura.
Pada dua laga pembuka Persib, Hariono selalu tampil penuh. Tiga kali sudah Hariono menjadi cadangan saat Liga 1 baru melewati fase yang sangat dini.
Padahal, sejak berseragam Persib pada 2008-2009, rekor terbanyak Hariono tampil sebagai cadangan hanyalah 4 kali (musim 2011-2012). Djanur memang menyebut hal ini tak lepas dari menumpuknya pemain tengah di tim.
“Persib saat ini punya Hariono, Dedi, Raphael Maitimo, Kim Jeffrey Kurniawan, dan Michael Essien. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan,” katanya.
Djanur menyebut para pemain ini saling mengisi. Misalnya, apa yang tidak dimiliki Hariono dan Kim, ada di Dedi dan Maitimo. Begitu pula sebaliknya.
Baca Juga:
- Kehadiran 'Pangeran Kaca' Real Madrid di Final Liga Champions Belum Bisa Dipastikan
- Hati Zidane di Antara Real Madrid dan Juventus di Final Liga Champions
- Dijanjikan Rp 1,2 Triliun, Benitez Setuju Bertahan di Newcastle
Dua nama yang disebut terakhir, kata Djanur, lebih sesuai dengan kebutuhan tim saat ini.
Djanur memang enggan merinci lebih lanjut karena merupakan rahasia dapur tim. Hanya, berdasarkan catatan statistik Labbola, penyebabnya boleh jadi terletak pada mobilitas dan kemampuan menopang lini ofensif Maung Bandung.
Terampil
Keunggulan Hariono dalam membantu pertahanan Persib memang tak perlu diragukan lagi. Ia setidaknya tercatat sebagai gelandang bertahan Persib yang paling sering memotong operan lawan di Liga 1 (11 intersep).
Tapi, cukup di situ keunggulan Hariono. Catatan tekelnya memang mencapai angka 13. Hanya, jumlah tersebut tidaklah lebih baik dibanding Dedi (16).
Demikian juga dalam beberapa elemen statistik lain, selalu ada gelandang bertahan lain yang lebih baik dibanding Hariono.
Peta zone map juga memperlihatkan betapa sentuhan bola Hariono mayoritas terjadi di wilayah tengah lapangan (lihat grafi s zone map).
Inilah yang membedakan gelandang mungil itu dengan Dedi, Maitimo, sampai Essien, yang tak jarang merangsek hingga daerah pertahanan lawan.
Sebanyak 87 dari total 107 (81,3%) operan Hariono memang tepat sasaran. Tapi, bisa jadi hal ini karena Hariono melakukan operan horisontal yang lebih aman atau malah ke belakang.
Itu pula yang membuatnya, tidak seperti gelandang bertahan Persib lain, belum pernah menciptakan peluang bagi tim di Liga 1.
Bandingkan dengan Dedi yang sudah menciptakan tiga peluang. Hariono mungkin melakukan tugas defensifnya dengan baik.
Tapi, sepertinya Djanur saat ini membutuhkan gelandang bertahan yang juga terampil di sektor ofensif. Itu sebabnya sang pelatih tetap membuka kemungkinan kembalinya Hariono ke starting XI, tentu jika memang sudah saatnya.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar