Keleluasaan
Risiko bukannya tak ada. Salah satunya hambatan komunikasi akibat perbedaan bahasa. Hanya, hal ini diyakini tak terlalu mengganggu.
“Perbedaan bahasa mungkin membuat pemain sulit mencerna kemauan pelatih. Tapi, sebenarnya bahasa sepak bola itu universal dan mudah dimengerti,” ujar Ricardo.
Berdasarkan pengalamannya sendiri, eks pemain timnas yang kini menukangi Arema FC, Aji Santoso, berpendapat serupa. “Saat dulu timnas dilatih Anatoli Polosin (1987-91) juga sempat ada kendala bahasa. Tapi, ketika itu ada ahli bahasa yang menerjemahkan Bahasa Soviet ke Bahasa Indonesia hingga pemain bisa memahami maksud pelatih,” tuturnya.
Faktor yang lebih besar tentulah pengenalan sang pelatih anyar terhadap kultur pemain dan sepak bola Indonesia serta Asia Tenggara. Fernandez maupun Milla sama sekali tak punya pengalaman dalam hal itu.
“Fernandez maupun Milla tidak paham dengan kondisi sepak bola kita. Mereka pasti butuh waktu untuk beradaptasi,” ucap bek kanan Tim Garuda di Piala AFF 2016, Beny Wahyudi.
Pemahaman terhadap kultur sepak bola tak bisa dipandang enteng. Menurut Aji, hal inilah yang dulu membuat Polosin bisa sukses mempersembahkan medali emas sepak bola SEA Games 1991.
“Polosin juga awalnya tidak paham dengan kultur sepak bola di sini karena ia baru pertama kali datang ke Indonesia. Tapi, ia kemudian berkeliling ke seluruh Indonesia melihat pemain di berbagai kompetisi atau kejuaraan. Dari situ akhirnya ia paham karakter permainan yang pas bagi Indonesia dan memilih pemain berdasarkan hal tersebut,” katanya.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.734 |
Komentar