Seperti setiap hendak siaran di televisi, saya ingin memantau lingkungan sekitar tempat saya bekerja. Hal ini membantu saya lebih nyaman dalam beraktivitas.
Di Jakarta Marathon saya telat sampai ke lokasi. Start saya kurang ideal, badan kurang panas, dan pengondisian mental saya kurang fokus.
2. Selfie, wefie, selfie, dan wefie lagi.
Bukan rahasia kalau pelari suka dengan swafoto. Tak terhitung berapa banyak selfie dan wefie yang mereka lancarkan sebelum dan sesudah berlari. Banyak dari mereka yang telat start karena ingin berpose manis dulu depan landmark setempat.
Tak sedikit pula yang berhenti di tengah rute untuk mengabadikan momen mereka. Selain mengejar catatan waktu, para pelari tampak juga terobses dengan like, retweet, dan hati yang mereka bisa dapatkan lewat situs jejaring sosial.
2. Cari perlindungan dari kondisi alam
Saya melihat banyak orang memakai beragam cara untuk menyimpan smartphone/gadget mereka. Ada yang memakai strap di lengan, ada yang di pinggang, dan ada yang memakai vest di dada.
Bahkan, saya melihat salah satu memakai plastik ziplock untuk menyimpan telepon.
Awalnya saya mengira ia berlebihan. Namun, anggapan itu langsung sirna setelah lari memasuki kilometer kedua. Hujan deras mendera, membasahi sekujur badan dan peralatan elektronik yang menempel.
Para pelari memang sangat terekspos ke kondisi alam. Untung saja smartphone saya tahan banting dan tidak rusak walau cukup basah.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | - |
Komentar