3. Old habits die hard
Saya membawa satu kebiasaan dari hobi bermain futsal dan sepak bola ke olahraga lari: pergerakan stop start.
Hampir semua pelari yang terlihat benar pelari bergerak secara konstan sepanjang rute, mempertahankan kecepatan untuk beberapa ratus meter sebelum berjalan pelan (interval). Mungkin itu cara berlari terbaik.
Akan tetapi, saya tak bisa melakukan itu. Pola lari saya selalu cepat (cenderung sprint) laluberjalan selama beberapa ratus meter. Tampaknya, saya harus lebih memerhatikan ajaran di NRC ha... ha... ha...
4. Statistik adalah segalanya
Semua yang pernah membaca tulisan saya pasti tahu betapa besar saya suka statistik. Angka-angka menghapus anggapan mengambang seperti: “permainan dia cukup bagus”, “ia kurang bagus di duel udara”, atau “pergerakannya tidak maksimal”.
Ambil contoh deh. Di Premier League, berkat statistik, kita tahu bahwa Phil Jagielka (Everton) adalah bek yang lebih bagus di udara ketimbang Laurent Koscielny (Arsenal).
Hingga akhir pekan lalu, Jagielka memenangi 35 duel udara sementara Koscielny 30. Perdebatan yang mengambang langsung bisa diselesaikan saat itu juga.
Pun, hal sama berlangsung di lari. Begitu saya mengetahui bahwa statistik lari bisa tercatat dengan detail, saya terobsesi. Split time, average pace, kalori yang terbakar, dan data-data lain membuat lari menjadi lebih hidup.
5. Respek yang melonjak terhadap para pelari Full Marathon
Saya tak pernah tahu betapa jauh 42.195 km itu sesungguhnya sebelum saya berpartisipasi di Jakarta Marathon.
Para peserta FM memulai lari mereka lebih pagi dari saya. Setelah menyelesaikan 10k dalam 1 jam 24 menit, saya sempat berbincang cukup lama di area lomba bersama teman-teman.
Saya lalu pulang, mandi, sarapan, main bersama anak, dan tidur sejenak, sebelum melanjutkan aktivitas keluar rumah.
Eh, di perjalanan keluar, saya melihat masih ada saja pelari Full Marathon yang tengah berjuang menempuh lintasan. Respek saya melejit melihat mereka.
Well, kira-kira begitulah observasi singkat saya sebagai pelari newbie. See you!
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | - |
Komentar