Kegagalan Indonesia U-19 di Piala AFF bulan lalu rupanya tidak melulu dianggap mimpi buruk oleh pemain. Salah satunya Pandi Ahmad Lestaluhu, yang tampil bagus dan mencetak dua gol di ajang tersebut.
Penulis: Andrew Sihombing/Gonang Susatyo
“Saya banyak belajar dari Piala AFF U-19. Selain menambah pengalaman, saya juga bisa melihat perkembangan cara bermain tim maupun individu di level internasional,” tutur remaja berusia 19 tahun itu kepada Tabloid BOLA.
Pengalaman itu membantunya kala kembali berseragam PS TNI di Torabika Soccer Championship.
Pandi menjawab kepercayaan pelatih dengan baik setiap kali diturunkan, termasuk saat timnya kalah seperti kontra Persija akhir pekan lalu.
Lahir di Tulehu, Maluku, pada 7 Agustus 1997, Pandi kecil menggilai sepak bola sebagaimana semua bocah di kampungnya.
Anak ketiga dari lima bersaudara ini juga melihat sepak bola sebagai jalan untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Pandi lahir di keluarga sederhana. Sang ayah, Ismail Lestaluhu, hanya supir angkutan umum yang sesekali menjadi tukang bangunan.
Ibunya, Siti Fatma Tehupelasury, adalah ibu rumah tangga yang berjualan ketupat dan pisang goreng di pinggir jalan di Kampung Tulehu.
Baca Juga:
- Bos Man City Bocorkan Keinginan Bonucci Dilatih Pep Guardiola
- Berat Badan Tak Lagi Membuat Kiper Senior Arema
- 3 Alasan Manchester City akan Menang Atas Barcelona
Pandi ingat betul betapa kehidupan tidak mudah bagi mereka. Ia bahkan harus berjuang lebih dulu sebelum bisa membeli sepatu bola yang pertama.
“Saya membantu ayah mencampur semen saat ada pekerjaan bangunan. Saya juga duduk di samping ayah ketika beliau mengemudikan mobil angkutan. Uang dari pekerjaan itulah yang dipakai membeli sepatu,” katanya.
Fokus Terpecah
Pada 2013, selepas memperkuat tim Maluku pada Piala Suratin di Bekasi, Pandi tidak langsung pulang kampung.
Sang paman menganjurkannya bertahan agar bisa mendapat tim yang lebih baik. Tahun itu juga, ia lolos seleksi di Persijatim untuk Divisi Satu.
Menjelang babak 8 besar, Pandi hijrah ke Perserang atas ajakan pelatih Isman Jasulmei. Langkah Perserang langsung terhenti, tetapi kabar soal talenta Pandi sudah menyebar.
Tahun berikutnya, Bambang Nurdiansyah mengajak Pandi ke Cilegon United untuk Divisi Dua. Di bawah Banur, panggilan sang pelatih, Pandi langsung mempersembahkan gelar juara.
Di tahun yang sama, Pandi membawa Cilegon United menjadi tim terbaik Divisi Satu. Bersama tim itu pula ia tampil di Piala Kemerdekaan di bawah pelatih Imam Riyadi.
"Saat ikut membawa Cilegon United menjuarai Divisi Satu, dia mendapat bonus sepeda motor. Pandi menguangkan bonusnya dan dikirimkan ke kampung untuk dibelikan sepeda motor bagi kami," begitu Ismail mengenang kejadian.
Banur terkesan dengan Pandi hingga merekrutnya ke Persija untuk Piala Jenderal Sudirman.
Sempat dianggap sekadar memenuhi regulasi pemain muda, Pandi mencuri hati lewat aksi istimewa saat diturunkan di awal babak kedua laga 16 besar versus PS TNI.
“Sejak awal, saya melihat Pandi sebagai pemain sayap yang komplet. Selain punya teknik dan kecepatan, mentalnya tak surut kendati dihantam pemain lawan dan punya naluri gol bagus," kata Banur.
"Jika ditangani dengan benar, ia bisa lebih hebat dibanding Ramdani,” tuturnya menyebut salah satu pemain marga Lestaluhu yang lebih dulu bersinar.
Jalan Pandi memang masih panjang. Persoalan cerah atau tidaknya masa depan tergantung sepenuhnya pada komitmen sang pemain.
Hanya, mungkin justru di situ masalahnya. Pandi sendiri mengakui bahwa saat ini fokus utamanya adalah lulus ujian masuk menjadi tentara.
“Tidak ada yang bisa menjamin masa depan di sepak bola. Saya belajar dari kasus yang menimpa Alfin Tuasalamony dan beberapa kejadian lain," kata Pandi.
"Toh bila lolos TNI, saya bisa kembali fokus sepenuhnya di sepak bola. Soal berkembang atau tidaknya tergantung pada kerja keras,” ujarnya.
Semoga berhasil, Pandi!
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar