Tapi, berdasarkan data hingga Euro 2016 lalu, negeri ini memiliki 539 pelatih berlisensi UEFA B, 139 pelatih berlisensi UEFA A, dan 13 pelatih berlisensi UEFA Pro.
Banyak pelatih tersebut yang terjun ke akademi junior. Pemilik otoritas sepak bola Islandia percaya bahwa pemain berkualitas hanya akan lahir bila ditangani pelatih berkualitas sejak dini.
Jika melacak sukses Jerman dan Spanyol, ketersediaan pelatih berkualitas di usia dini ini juga menjadi pilar terpenting kebangkitannya.
Tantangan tentu tidak berhenti pada menciptakan sebanyak mungkin pelatih berkualitas.
PSSI harus segera menemukan formula terbaik agar para pelatih berkualitas itu mau terjun ke usia dini, yang tentunya tidak mendatangkan uang sebanyak di level profesional.
Caranya? Orientasi kursus kepelatihan harus digeser dari yang selama ini mengejar sertifikasi menjadi berbasis kompetensi.
Di setiap kompetisi antar-SSB yang begitu banyak digelar di negeri ini, para pelatihnya harus diwajibkan mengikuti kursus kepelatihan dengan materi sesuai arahan direktur teknik sebagai penyusun filosofi dan cetak biru pembinaan sepak bola Indonesia.
Selain itu, terkait usia dini, ada satu tantangan lain yang tak boleh dilupakan.
"Survei KPI menyebut bahwa anak-anak menghabiskan 1.700 jam di depan televisi dalam setahun dan 740 jam di sekolah," kata pengamat sepak bola Fritz Simanjuntak.
"Ketua Umum PSSI harus merancang cara agar sepak bola bisa menarik 1.700 jam tersebut dan membuat anak-anak mau bermain bola," ucapnya.
[video]http://video.kompas.com/e/5165085032001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar