Pendaftaran calon ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota Komite Eksekutif PSSI baru dibuka pada 22 Agustus mendatang. Namun, beberapa nama sudah menggeliat digembar-gemborkan untuk mengisi pos paling panas, ketua umum (ketum).
Penulis: Ferry Tri Adi/Gonang Susatyo
Kelompok 85 (K-85) paling aktif menyuarakan Edy Rahmayadi.
Boleh dibilang Panglima Komando Cadangan Strategis (Pangkostrad) itu didukung mayoritas pemungut suara karena K-85 berisi 92 dari 117 pemilik suara.
Moeldoko meramaikan bursa dari militer. Jika ditarik ke belakang, PSSI sudah tidak asing memiliki ketum dari militer.
Sebut saja Ali Sadikin (Marinir), Kardono (Angkatan Udara), Azwar Anas (Angkatan Darat), dan Agum Gumelar (Angkatan Darat).
Sebelum beranjak lebih jauh, ada sebuah pertanyaan yang mengganjal kalau melihat catatan tersebut.
Apakah benar PSSI harus dipimpin oleh orang dengan latar belakang militer untuk memperbaiki kinerja dan prestasi sepak bola Indonesia?
Tentu jawabannya beragam. K-85 sendiri menjawab "iya" dari pertanyaan itu.
“Untuk saat ini, PSSI butuh figur dari militer. Figur yang mampu menyatukan, bukan memecah-belah. Apalagi, PSSI dekat dengan kepemimpinan dari latar belakang militer,” ungkap Rumadi, Direktur Operasional PT Sleman Putra Sembada, anggota K-85.
Namun, dua nama dari barisan militer tersebut tak akan melenggang mudah mengisi kursi PSSI 1.
Masih ada nama Joko Driyono (CEO PT GTS, PT Liga Indonesia, dan mantan Sekretaris Jenderal PSSI) serta Hinca Panjaitan (Wakil Ketua Umum PSSI 2015-2019 dan mantan Ketua Komisi Disiplin PSSI).
Belum lagi kandidat baru yang muncul setelah Makassar ditunjuk sebagai tuan rumah Kongres PSSI pada 17 Oktober mendatang, Erwin Aksa.
Joko dan Erwin pernah mendaftar sebagai calon ketum pada edisi 2015-2019 serta 2011-2015. Sementara Hinca yang sama-sama "orang lama" di sepak bola Indonesia mengisyaratkan maju dan mencari dukungan.
"Saya menganalogikan diri seperti penyanyi. Kalau masih didengar dan suaranya bagus, berarti lanjut. Kalau penonton meneriakkan turun, ya turun," tutur Hinca beberapa waktu lalu.
Erwin, yang sempat lama menjabat Manajer PSM sekaligus CEO Bosowa Corporation, didukung publik Makassar.
Di laman resminya, PSM terang-terangan mengusung Erwin menjadi pengganti La Nyalla Mattalitti.
"Saya berharap di kongres nanti Pak Erwin bisa menjadi salah satu kandidat. Sebagai mantan pemain, saya mendukung Pak Erwin. Dia lama memegang PSM, mengerti sepak bola pastinya, dan punya kemampuan manajemen yang baik," tutur Sumirlan, Direktur PSM.
"Namun, sejauh ini belum ada jawaban dari beliau. Siapa pun nanti yang jadi ketum, harus fokus sepak bola dan tidak ada kepentingan politik maupun klub," lanjutnya.
Siapa pun sosok PSSI-1 nanti, baik sipil maupun militer, publik Indonesia tentu mendambakan orang yang bisa melahirkan prestasi, tidak punya kepentingan, apalagi menyangkut politik dan klub.
“Calon ketum harus punya kedisiplinan, integritas, kapabilitas, dan mengerti sepak bola. Tiga aspek awal memang dimiliki kalangan militer. Calon sipil paham betul sepak bola dan bukan berarti tidak punya tiga aspek tersebut,” kata Sekretaris Umum (Sekum) Asprov PSSI DIY, Dwi Irianto.
Para calon ketum juga kudu tunduk Statuta PSSI Pasal 34 Ayat 4 yang mengharuskan berusia di atas 30 tahun dan aktif di sepak bola yang berafiliasi dengan PSSI sekurang-kurangnya lima tahun.
Adakah kandidat yang sudah tak memenuhi syarat tersebut sejak awal? Jawabannya masih menunggu proses verifikasi pada 5-11 September mendatang.
[video]http://video.kompas.com/e/5088715201001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.690 |
Komentar