Sayang, kenyataan tak seindah angan Bergkamp. Dia bak mengalami cultural shock ketika memulai hari-harinya di Italia.
Taktik menjadi masalah pertama Bergkamp. Pelatih Osvaldo Bagnoli cenderung mengusung serangan balik guna menunjang kecepatan Ruben Sosa, yang akhirnya mampu mencetak 16 gol pada 1993-1994.
Sosa boleh saja dimanjakan dengan taktik tersebut. Sebaliknya, Bergkamp yang notabene kaya fantasi, justru linglung.
"Saya maju dengan Sosa dan dibantu dua orang gelandang. Saya melihat ke belakang, tetapi pemain lainnya masih bertahan di daerah sendiri. Gap besar di antara kami adalah kematian dan telah membunuh saya," tutur Bergkamp.
Dengan kecerdasan sepak bola sepertinya, Bergkamp seharusnya bisa menyesuaikan diri dari sisi taktik. Namun, bagaimana bisa belajar kalau bergaul saja dia tidak mampu?
Dennis Bergkamp. Genius pic.twitter.com/nqX8b8Rw5o
— (@DejiCNO) July 31, 2016
Di ruang ganti, Bergkamp memang merupakan sosok introvert. Gara-gara itu, dia bak termarjinalkan oleh rekan rekan setimnya.
"Setiap orang sudah mencoba, tetapi dia benar-benar dingin," tutur eks pemain belakang Inter, Riccardo Ferri.
Adapun Giuseppe Bergomi menyatakan, "Bergkamp harus beradaptasi dan coba menjadi lebih Italia."
Berbagai cerita buruk itu membuka pintu keluar Bergkamp dari San Siro. Dia pun dilego ketika kepemilikan mayoritas diambil alih Massimo Moratti pada 1995.
Sejak itu, ada tujuh pemain Belanda menguji peruntungan di Inter. Namun, mereka bernasib serupa. ambil contoh Clarence Seedorf dan Andy van der Meyde.
Pengecualian untuk Wesley Sneijder, yang bersedia menanggalkan ciri Belanda demi berintegrasi dengan taktik grendel Jose Mourinho.
[video]http://video.kompas.com/e/5049712562001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar