Frank De Boer
Dua puluh tiga tahun berselang, Inter kembali kedatangan Frank De Boer. Dia ditunjuk sebagai pelatih untuk menggantikan Roberto Mancini.
Serupa Bergkamp, De Boer adalah alfa. Sebelumnya, tidak pernah ada pelatih asal Belanda menangani Inter Milan.
Hanya, seperti Bergkamp pula, De Boer melambungkan harapan Interisti, sebutan untuk pendukung Inter. Interisti memang boleh berharap menilik curriculum vitae pelatih barunya.
Bersama Ajax, De Boer menjuarai Eredivisie empat musim beruntun. Tidak pernah ada pelatih menorehkan prestasi serupa.
Di Ajax, De Boer turut dibantu Bergkamp yang menjabat sebagai asisten. Keduanya melihat sepak bola dari kacamata serupa, Cruyffian.
"Saya, Bergkamp, Marc Overmars, dan Edwin van der Sar akan berusaha mempertahankan visi Johan Cruyff," ucap De Boer ketika sang mentor menanggalkan jabatan penasihat klub, November 2015.
Kata De Boer sesuai realita. Permainan Ajax selalu dihiasi kebebasan berekspresi dari setiap individu, sepak bola atraktif, dan gol-gol cantik.
Hanya, gaya tersebut tidak mendapatkan tempat di Italia, tempat di mana proses adalah segalanya. Tidaklah mengherankan apabila sedikit pelatih asal Belanda berani mengadu nasib di Negeri Piza.
Satu-satunya yang nekat hanyalah Clareence Seedorf. Masa baktinya bersama AC Milan cuma berlangsung 144 hari.
Agar tidak bernasib serupa, De Boer tentu harus bisa mengintegrasikan diri dengan gaya Italia. Ketidakmampuan akan itu berarti kegagalan. Sudah terbukti dengan cerita Bergkamp
Perihal tantangan beradaptasi, De Boer sudah menebar janji. Dia mengaku sudah mahfum dengan gaya Italia.
"Saya memahami bahwa kultur Italia berbeda dengan negara lain. Namun, di mana pun Anda bermain, sepak bola tetaplah 11 melawan 11. Jadi, saya tidak melihat ada masalah perihal adaptasi," ucap De Boer pada sesi perkenalannya, Selasa (9/8/2016).
[video]http://video.kompas.com/e/5073164987001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar