FIFA contohnya, cuma menggelontorkan 15 juta dolar AS untuk prize money di PD Perempuan 2015, jumlah yang tidak ada apa-apanya dibandingkan 358 juta dolar AS pada PD 2014. Tim juara di PD Perempuan 2015 menerima 2 juta dolar AS, sementara timnas Jerman mendapatkan 35 juta dolar AS berkat sukses mereka di Brasil tahun lalu.
Bahkan Blatter sempat dikecam karena pernyataan seksisnya soal sepak bola perempuan. “Biarkan perempuan bermain bola dalam pakaian yang lebih feminin seperti di voli. Mereka misalnya, bisa memakai celana yang lebih ketat,” katanya pada Januari tahun lalu.
Simak pula kedegilan menolak permintaan agar laga PD Perempuan 2015 dimainkan di lapangan rumput beneran alih-alih rumput artifisial. Padahal, permintaan ini berasal tokoh sentral olah raga itu sendiri, yakni mereka yang tampil di putaran final PD Perempuan 2015.
Dipimpin oleh pemain timnas AS, Abby Wambach, sebuah petisi di situs Coworker.org berisi tuntutan agar laga PD Perempuan 2015 dimainkan di rumput asli telah ditandatangani oleh 25 ribu orang. Namun, FIFA dan CSA tutup kuping.
Wambach cs. sempat berniat mengajukan upaya hukum lewat Pengadilan Hak Asasi Manusia di Ontario pada Oktober lalu. Tapi, harapan digelarnya sidang dengar pendapat musnah setelah CSA menolak adanya mediasi.
Para pemain akhirnya membatalkan tuntutan tersebut setelah merasa CSA dan FIFA memang tak sudi bernegosiasi, bahkan mementahkan permintaan terakhir pemain agar setidaknya laga sejak babak semifinal digelar di permukaan rumput asli tetap ditolak. Sempat beredar isu batalnya tuntutan ini juga akibat ancaman sanksi dari FIFA.
PD Perempuan 2015 akhirnya tetap digelar sesuai keinginan FIFA kendati pemain tidak tinggal diam. “Saya rasa semua bisa melihat sendiri bahwa pantulan bola agak aneh di lapangan dengan permukaan artifisial seperti ini,” kata Wambach selepas duel terakhir timnas AS di Grup D kontra Nigeria.
Wambach bukan satu-satunya yang merasa demikian. Kapten timnas Jepang, Aya Miyama, menyebut rumput artifisial menyulitkannya dalam menggiring bola. Penyerang Prancis, Sydney Leroux, dan bek AS, Ali Krieger, menyampaikan keluhan sejenis kendati hanya bisa pasrah dan memilih beradaptasi.
Padahal, selain soal gerakan bola, lapangan dengan ‘rumput plasu’ bisa berbahaya buat keselamatan karena pemain menjadi lebih rentan dengan kelalahan dan cedera.
Tahukah Anda berapa suhu permukaan lapangan Stadion Commonwealth saat laga pembuka antara Kanada melawan Tiongkok? Lebih dari 48 derajat Celcius. Lapangan rumput asli bisa lebih dingin 10 derajat Celcius.
Editor | : | Andrew Sihombing |
Sumber | : | BOLA |
Komentar