Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
6. Suwardi Arland (1971-1974 & 1976-1978)
Suwardi bersama Ramang dan Nursalam memang top sebagai trio maut ketika masih aktif menjadi pemain. Namun, tak demikian dengan karier kepelatihan Suwardi.
Karier kepelatihannya tak mentereng meski lumayan punya kesempatan lama membesut Merah-Putih.
Ajang Internasional
7. Djamiat Dalhar (1974)
Djamiat Dalhar menjadi salah satu ikon fenomenal dalam sepak bola Indonesia. Djamiat mencetak sejarah manis setelah tim besutannya mengalahkan Uruguay 2-1 dalam pertandingan persahabatan di Jakarta tahun 1974.
Prestasi top ini dipersembahkan Djamiat sekaligus kado ulang tahun ke-44 PSSI.
Sebelumnya, ia menjadi kolumnis di sebuah surat kabar nasional bertajuk “Brainplayer Indonesia Nomer I” sejak tahun 1953.
8. Aang Witarsa (1974-1975)
Semasa menjadi pemain, Aang dikenal memiliki kualitas apik. Dia merupakan salah satu anggota skuat Indonesia pada Olimpiade 1956.
Sebelum meracik timnas, ia lebih dulu menangani Persib Bandung. Tak ada hasil signifikan di timnas sebab ia hanya melatih satu tahun. Meski demikian, Aang menyerap ilmu kepelatihan dari Leipzig, Jerman Timur.
9. Wiel Coerver (Belanda/1975-1976 & 1979)
Arsitek asal Belanda Wiel Coerver dan asistennya Wim Hendriks didaratkan PSSI demi target lolos Kualifikasi Olimpiade 1976. Coerver punya catatan manis, yakni gelar Piala UEFA bersama Feyenoord Rotterdam.
Ia lalu menggagas terbentuknya turnamen segitiga antara Indonesia, Ajax Amsterdam, dan Manchester United. Selanjutnya giliran klub asal Austria, Voest Linz, dan Grasshopper.
Ia menggembleng 40 pemain di Diklat Salatiga. Pada 12 Januari 1976, Indonesia menahan imbang Grasshopper 3-3. Ketika melawan Voest Linz pada 14 Desember 1975, 25 ribu penonton Indonesia harus kecewa. Kondisi nonteknis tim juga panas berkaitan dengan bongkar-pasang kepengurusan PSSI.
Campur tangan terhadap kekuasaan Coerver di lapangan juga kerap terjadi. Intervensi Maladi–saat itu sebagai Dewan Penasihat PSSI–ketika melawan Voest Linz semakin menambah panas hubungan antara Coerver dan federasi.
Konflik itu mengerucut dan membuat pelatih yang terkenal dengan metode piramidanya itu tak betah. Alhasil, target lolos ke Olimpiade 1976 itu pun gagal tercapai.
Indonesia kalah adu penalti dari Korea Utara. Kontrak Coerver berakhir pada Mei 1976. Namun, ia kembali dipanggil PSSI untuk menjadi penasihat timnas SEA Games 1979. Garuda meraih perak.
Ajang Internasional